Gerakan Tiga Jari: Pilah, Kompos, dan Daur Ulang
PURBALINGGA, BLH – Secara umum pola penanganan sampah di Indonesia masih konvensional yang hanya melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang. Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung, dan terpateri menjadi kebiasaan masyarakat luas. Pola pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh pola pikir bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang sampai akhirnya menggunung di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Perhatian masyarakat terhadap pengelolaan sampah semakin besar ketika ekspose kasus-kasus pencemaran dan ancaman kesehatan manusia akibat dampak pengelolaan sampah yang buruk semakin luas, terutama penanganan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Kasus gerakan anti keberadaan TPA, pencemaran lingkungan, dan longsoran sampah muncul di beberapa tempat seperti TPA Bantargebang Bekasi, TPA Benowo Surabaya, TPST Bojong di Kabupaten Bogor, dan puncaknya adalah meledak dan longsornya TPA Leuwigajah di Cimahi pada 21 Februari 2005 yang menjadi bencana ekologis yang mengerikan karena mengubur hidup-hidup lebih kurang 140 jiwa manusia.
Bencana tersebut menandai kegagalan sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang selama 3 dasawarsa terakhir dijalankan; yang bertumpu pada landasan filosofis bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan hanya layak untuk dibuang. Pola pengelolaan sampah yang dilaksanakan hanya menggunakan pola pendekatan pragmatis end of pipe dimana seakan-akan persoalan sampah dapat diselesaikan dengan membangun TPA saja. Sehingga pola kumpul-angkut-buang menjadi patron utama kebijakan pengelolaan sampah. Bencana tersebut menjadi sejarah paling kelam dalam pengelolaan sampah di Indonesia yang kemudian diperingati sebagai Hari Peduli Sampah (HPS) setiap tanggal 21 Februari.
Salah satu filosofi dasar ditetapkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sudah saatnya memutarbalikan cara pandang kita terhadap sampah dan cara kita memperlakukan sampah. Sudah saatnya kita memandang sampah sebagai sesuatu yang mempunyai nilai guna dan manfaat, sehingga sudah tidak layak lagi jika sampah dibuang percuma. Idiom yang dikenalkan salah seorang praktisi pengelolaan sampah, yaitu “dulu sampah sekarang berkah” adalah istilah yang sungguh tepat memaknai perubahan paradigma tentang sampah.
Sebagai upaya ‘membumikan’ perubahan paradigma tentang sampah tersebut, Gerakan Tiga Jari Kelola Sampah: Pilah, Kompos dan Daur Ulang Menuju Indonesia Bersih Sampah 2020 harus terus didengungkan dan diaplikasikan. Praktek mengolah dan memanfaatkan sampah harus menjadi langkah nyata baru kita dalam mengelola sampah. Melalui Gerakan dan tindakan nyata mengelola sampah dengan benar dapat dilakukan mulai dari yang paling sederhana, seperti memilah, mengubah sampah menjadi kompos di rumah-rumah kita, sampai dengan mengolah dan memanfaatkan sampah dalam skala bisnis yang besar dengan menggunakan teknologi tinggi.
Prinsip utama mengelola sampah yang benar adalah mencegah timbulnya sampah, mengguna-ulang sampah, dan mendaur-ulang sampah yang biasa disebut prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Jika prinsip tersebut dijalankan dengan konsisten, maka akan mendatangkan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan karena mampu mengurangi beban polutan bagi lingkungan hidup, mengurangi resiko kesehatan, menghemat penggunaan sumber daya alam dan energi, serta mendatangkan benefit ekonomi bagi banyak orang. (BLH/ac)
Komentar Terkini